Pela diantara Negeri
Latuhalat dan Negeri Alang, ini merupakan sebuah pela yang tertua di Maluku.
Sebab pela ini terjadi sebelum orang2 Portogal dan Belanda menduduki Maluku.
Pada waktu itu Maluku ada dibawah keperintahan ajaran Hindu.
Pada satu ketika ada seorang anak lelaki keturunan Bangsawan dari Negeri Alang,
yang bernama Huwae Lili Tupa. Suatu hari saat ia sedang berburu bersama para
pengikutnya di sekitar pulau Ambon.
Tak sadar anak Bangsawan Alang itu telah sampai di Latuhalat. Ia pun berjalan
dipesisir pantai Malulang. Pada saat itu anak Bangsawan Alang atau Huwae Lili
Tupa ini, melihat ada seorang anak gadis yang sangat cantik, sehingga anak
Bangsawan ini menaruh hati kepada anak gadis itu.
Sesudah anak Bangsawan ini pulang ( kembali ke Alang ) maka ia disambut oleh
ibu dan bapaknya sambil menanyakan hasil dalam perburuhannya dan apa yang ia
dapat dalam perjalanannya itu. Maka anak Bangsawan itu, memberitahukan kepada
ibu dan bapaknya bahwan, ia telah melihat seorang anak gadis yang cantik dan
elok parasnya di negeri Latuhalat. Ia pun bermohon agar supaya ibu dan bapaknya
mau pergi ke Latuhalat untuk meminang anak gadis itu untuk menjadi istrinya.
Ketika ibu dan bapak anak Bangsawan itu, mendengar permintaan anaknya mereka,
maka mereka setujuh untuk pergi ke Latuhalat untuk minta anak gadis itu untuk
menjadi isteri bagi anaknya. Tidak lama kemudian ibu dan bapaknya menghimpunkan
segala segala kaum keluarganya serta orang2 Bangsawan Alang, sambil memberi
tahukaa maksud dan tujuan dari anak mereka. Setelah keluarga dan para bangsawan
Alang mendengar hal tersebut maka mereka setujuh.
Serselang beberapa hari kemudian, maka datanglah ibu dan bapaknya dengan
beberapa orang2 Bangsawan Alang untuk bertemu dengan orang tua dari anak gadis
itu. Setelah orang tua dari anak Bangsawan dan orang2 Bangsawan Alang tiba di
Malulang dirumah kediaman anak gadis itu, maka mereka bersalam-salaman satu
dengan yang lain, sebagai Adat Istiadat yang dipakai di Maluku. Sesudah itu
tamu Agung itu, dipersilahkan masuk, seraya diberi tempat duduk bagi
masing-masing tamunya.
Sesudah mereka duduk. maka mereka diberi keluasan untuk memberitahukan maksud
dan tujuan kedatangan mereka itu, untuk didengar oleh orang tua dari anak gadis
itu, beserta orang2 Bangsawan Latuhalat tersebut. Maka mulailah mereka
menyampaikan maksud dan tujuan mereka bahwa kedatangan mereka itu tidak lain
dan tidak bukan hanya untuk meminang anak gadis itu, untuk menjadi isteri dari
anaknya yang bernama HUWAE LILI TUPA. Setelah ibu dan bapak anak gadis itu
mendengarnya beserta Bangsawan2 yang ada disitu, maka mereka mengambulkan
permintaan ibu bapak dan orang2 Bangsawan Alang tersebut . Sesudahnya mereka
menerima permintaan dari orang tua2 dan orang2 Bangsawan Alang itu, maka
ditentukan hari perkawinan kedua anak itu.
Sesudah selesai segala perundingannya diantara orang2 tua2 dan orang Bangsawan2
dari kedua belah pihak , maka orang tua dan orang2 Bangsawan Alang, memohon
untuk mengundurkan diri dan kembali ke Alang.
Seperginya tamu2 agung itu, maka moyang Sakti Tawan menyampaikan perasaannya
kepada orang tua anak gadis itu dan orang2 yang berada disitu, bahwa moyang
Sakti Tawan enggang hatinya untuk memberikan anak gadis itu untuk menjadi isteri
dari anak Bangsawan Alang. Lalu moyang
Sakti Tawan menyampaikan maksudnya : "Bahwa ia bermaksud untuk buat satu
patung ( boneka ) yang sepadan dan serupa dengan anak gadis itu, untuk
diserahkan menjadi isteri dari anak Bangsawan Alang ( Huwae Llili Tupa )
tersebut ".
Sesudah mereka mendengar maksud dari moyang Sakti Tawan ini, maka mereka
bersetujuh; setelah moyang Sakati Tawan mendengar bahwa mereka setujuh dengan
maksudya maka moyang Sakti Tawan memberi perintah kepada hamba2nya untuk pergi
menebang sebatang pohon sagu yang ada didalam dusun Waaipuang, lalu belah
batang sagu itu dan ambil isi batang sagu itu yang di bilang Meor. Setelah itu
bawakan kepada moyang Sakti Tawan.
Ketika hamba2nya datang dan membawa isi batang sagu itu kepada moyang Sakti Tawan,
maka mulailah moyang Sakti Tawan menguukir hati batang sagu itu sehingga serupa
dan sepadan dengan anak gadis tersebut. Patung ( boneka ) itu bisa berjalan
bisa duduk, minum, dan juga dapat tersenyum. Tetapi ia tidak dapat berbicara.
Sekarang moyang Sakti Tawan memerintah hamba2nya lagi untuk pergi memotong
kayu2 untuk dibuatkan sebuah Arumbai supaya manakala jika datangnya hari yang
sudah ditentukan anak gadis itu akan pergi ke Alang dengan Arumbai itu, maka
Patung ( boneka ) itu harus naik di Arumbai yang dibuat oleh moyang Sakti Tawan
itu. Sesudah Patung dan Arumbai itu sudah selesai. Maka salah seorang bertanya
kepada moyang Sakti Tawan: "Apakah Arumbai itu sudah betul?" lalu
moyang Sakti Tawan memeriksa Arumbai itu kembalii. Maka moyang Sakti Tawan
mendapatkan bahwa ada satu lubang yang belum dinunas bagian belakang. Setalah
itu moyang Sakti Tawan pun berkata kepada orang itu, bahwa mulai dari hari ini
Upu dan turunan Upu bernama SOPLANTILA yang berarti Mata Suanggi ".
Saat tibanya waktu dan hari yang telah ditentukan maka datanglah orang tua dari
anak Bangsawan Alang yang diantar oleh berapa orang Bangsawan datang ke
Latuhalat dengan Arumbai dan singgah di pelabuhan Malulang tempat kediaman anak
gadis itu.
Sesudah mereka sampai di Malulang, maka mereka disambut oleh orang tua dan
gadis tersebut, dengan beberapa orang Bangsawan juga. dengan riu rendah sebagai
kebiasan, menurut adat istiadat dari tiap2 negeri di Maluku.
Arumbai yang disediakan untuk anak gadis
itupun telah telah tersedia dengan orang2 yang akan mengantar anak gadis itu
untuk pergi ke Alang, dan sebelum mereka bermohon untuk kembali ke Alang, maka
moyang Sakti Tawan menunjuk seorang dayang yang dipercayai untuk duduk
bersama-sama dengan gadis itu didalam Arangbai itu. Moyang Sakti Tawan memberi
perintah" Bahwa jikalau mereka sudah sampai di tanjung yang bernama Hattu
dan lihat kalau patung ( boneka ) itu tunduk mukanya kedalam laut, maka dayang
itu harus mengangkat patung itu dan buang kedalam laut".
Kebetulan sesampai mereka di tanjung Nama Hattu itu , maka dengan segera Patung
( boneka ) itu tunduk mukanya kedalam air laut, dan segeralah dayang itu
menjatuhkan patung itu kedalam laut, lalu dayang itu berteriak dengan suara
yang keras, bahwa tuan Puteri sudah tenggelam. Ketika anak Bangsawan ( HUWAE
LILI TUPA ) ini mendengar yang isterinya telah tenggelam, maka dengan tidak
ragu-ragu lagi ia menerjunkan dirinya ke dalam laut untuk menolong isterinya
itu.
Tetapi sayang ia tidak tak berhasil mendapatkan isterinya yang tenggelamg itu,
melainkan tubuh anak Bangsawan ( HUWAE LILI TUPA ) itu berubah menjadi seekor
Buaya.
Sedang pada waktu itu yag sama itu juga, anak gadis yang bersembunyikan dirinya
diatas solder di Malulang pun tubuhnya berobah menjadi Buaya tembaga yang ada
sampai pada saat ini didalam Mata Rumah Fam Lekatompessy.
Sesudah tiga hari lamanya baru Patung ( boneka ) itu terdampar didepan
pelabuhan LILIBOY. Ketika orang Liliboy mendapat Patung ( boneka ) itu, lalu
orang Liliboy mengatakan bahwa,
"Alang mata buta kawin MEOR disangka orang.
Dengan keadaan yang terjadi ini, maka datanglah orang2 tua dan Bangsawan Alang
ke Latuhalat untuk mengangkat sebuah perjanjian persaudaraan yang dibilang Pela
antara NEGERI LATUHALAT dan NEGERI ALANG.
Dengan perjanjian-perjanjian seperti berikut:" Segala anak2 cucu dari
Alang dan Latuhalat mau masuk dan keluar tidak boleh kawin mengawin satu dengan
yang lain : siapa pun anak2 cucu yang melanggar perjanjian ini, ia akan mati.
Jikalau anak laki2 yang langgar perjanjian ini, dari Latuhalat maupun dari
Alang maka ia harus mati.
Pela antara Alang dan Latuhalat ini terjadi sebelum Lekatompessy memakai nama
Lekatompessy melainkan memakai nama Latumeten, sebab ini ada adik yang bungsu
dari moyang Sakti Tawan, Pela ini terjadi kira2 pada tahun 1356 sebelum
Portogal dan Belanda menduduki Maluku, oleh sebab itu dibilang Latumeten tukang
dan Lekatompessy pariaman. End