Senin, 19 November 2012

Tarian Cakalele Dansa of Hatusua Village

      Tarian ini adalah salahsatu jenis tarian Cakalele dan tarian ini juga merupakan hasil akulturasi antara kebudayaan Maluku dan kebudayaan Eropa. Tarian ini dulunya disebut tarian Tjakalele Donci. Tarian ini dibawakan oleh 8-10 orang lelaki ini diiringi dengan beberapa alat musik yaitu: Juk (gitar berukuran kecil), Gitar, Harmonika, dan juga sebuah peluit untuk memberikan kode – kode tertentu bagi para penari. Tarian ini dapat ditemui di Negeri Sourissa Seirambi tercinta (Hatusua), Kec. Kairatu, Kab. Seram Bagian barat, Prov. Maluku. Berikut adalah beberapa foto tarian ini.



Kedua Kapitan yang berdiri dibagian paling depan


Ingat ya...... Tolong tinggalkan pesannya

PERJALANAN MENUJU NEGERI SOURISSA SEIRAMBI (Hatusua)


            Berikut saya akan memeberikan beberapa koleksi foto saya pada waktu saya menuju ke Negeri Hatusua untuk mengikuti acara pelantikan raja negeri Hatusua, kecamatan Kairatu, Kab. Seram Bagian Barat.





 Penyambutan Pela dari Negeri Tengah – Tengah di Pelabuhan fery Waipirit


 Diselilingi dengan kain Gandong.


 Perjalanan menuju Negeri Hatusua (diiringi dengan music tradisional:
Tifa, Gong, dan Toleng – toleng)


Perjalanan menuju Negeri Hatusua


 

Para Penari Tjakalele kei (dari Negeri Hatusua)




Bapak Raja Negeri Tengah – tengah dan rombongan

Acara pelantikan akan saya muat setelah ini……………………….
Bye…!!!

Tinggalkan pesanmu.......!!!!

Rabu, 14 November 2012

Hikayat Pela Negeri Latuhalat dan Negeri Alang


Pela diantara Negeri Latuhalat dan Negeri Alang, ini merupakan sebuah pela yang tertua di Maluku. Sebab pela ini terjadi sebelum orang2 Portogal dan Belanda menduduki Maluku. Pada waktu itu Maluku ada dibawah keperintahan ajaran  Hindu.

Pada satu ketika ada seorang anak lelaki keturunan Bangsawan dari Negeri Alang, yang bernama Huwae Lili Tupa. Suatu hari saat ia sedang berburu bersama para pengikutnya di sekitar pulau Ambon.

Tak sadar anak Bangsawan Alang itu telah sampai di Latuhalat. Ia pun berjalan dipesisir pantai Malulang. Pada saat itu anak Bangsawan Alang atau Huwae Lili Tupa ini, melihat ada seorang anak gadis yang sangat cantik, sehingga anak Bangsawan ini menaruh hati kepada anak gadis itu.

Sesudah anak Bangsawan ini pulang ( kembali ke Alang ) maka ia disambut oleh ibu dan bapaknya sambil menanyakan hasil dalam perburuhannya dan apa yang ia dapat dalam perjalanannya itu. Maka anak Bangsawan itu, memberitahukan kepada ibu dan bapaknya bahwan, ia telah melihat seorang anak gadis yang cantik dan elok parasnya di negeri Latuhalat. Ia pun bermohon agar supaya ibu dan bapaknya mau pergi ke Latuhalat untuk meminang anak gadis itu untuk menjadi istrinya.

Ketika ibu dan bapak anak Bangsawan itu, mendengar permintaan anaknya mereka, maka mereka setujuh untuk pergi ke Latuhalat untuk minta anak gadis itu untuk menjadi isteri bagi anaknya. Tidak lama kemudian ibu dan bapaknya menghimpunkan segala segala kaum keluarganya serta orang2 Bangsawan Alang, sambil memberi tahukaa maksud dan tujuan dari anak mereka. Setelah keluarga dan para bangsawan Alang mendengar hal tersebut maka mereka setujuh.

Serselang beberapa hari kemudian, maka datanglah ibu dan bapaknya dengan beberapa orang2 Bangsawan Alang untuk bertemu dengan orang tua dari anak gadis itu. Setelah orang tua dari anak Bangsawan dan orang2 Bangsawan Alang tiba di Malulang dirumah kediaman anak gadis itu, maka mereka bersalam-salaman satu dengan yang lain, sebagai Adat Istiadat yang dipakai di Maluku. Sesudah itu tamu Agung itu, dipersilahkan masuk, seraya diberi tempat duduk bagi masing-masing tamunya.

Sesudah mereka duduk. maka mereka diberi keluasan untuk memberitahukan maksud dan tujuan kedatangan mereka itu, untuk didengar oleh orang tua dari anak gadis itu, beserta orang2 Bangsawan Latuhalat tersebut. Maka mulailah mereka menyampaikan maksud dan tujuan mereka bahwa kedatangan mereka itu tidak lain dan tidak bukan hanya untuk meminang anak gadis itu, untuk menjadi isteri dari anaknya yang bernama HUWAE LILI TUPA. Setelah ibu dan bapak anak gadis itu mendengarnya beserta Bangsawan2 yang ada disitu, maka mereka mengambulkan permintaan ibu bapak dan orang2 Bangsawan Alang tersebut . Sesudahnya mereka menerima permintaan dari orang tua2 dan orang2 Bangsawan Alang itu, maka ditentukan hari perkawinan kedua anak itu.

Sesudah selesai segala perundingannya diantara orang2 tua2 dan orang Bangsawan2 dari kedua belah pihak , maka orang tua dan orang2 Bangsawan Alang, memohon untuk mengundurkan diri dan kembali ke Alang.

Seperginya tamu2 agung itu, maka moyang Sakti Tawan menyampaikan perasaannya kepada orang tua anak gadis itu dan orang2 yang berada disitu, bahwa moyang Sakti Tawan enggang hatinya untuk memberikan anak gadis itu untuk menjadi isteri dari anak Bangsawan Alang.  Lalu moyang Sakti Tawan menyampaikan maksudnya : "Bahwa ia bermaksud untuk buat satu patung ( boneka ) yang sepadan dan serupa dengan anak gadis itu, untuk diserahkan menjadi isteri dari anak Bangsawan Alang ( Huwae Llili Tupa ) tersebut ".

Sesudah mereka mendengar maksud dari moyang Sakti Tawan ini, maka mereka bersetujuh; setelah moyang Sakati Tawan mendengar bahwa mereka setujuh dengan maksudya maka moyang Sakti Tawan memberi perintah kepada hamba2nya untuk pergi menebang sebatang pohon sagu yang ada didalam dusun Waaipuang, lalu belah batang sagu itu dan ambil isi batang sagu itu yang di bilang Meor. Setelah itu bawakan kepada moyang Sakti Tawan.

Ketika hamba2nya datang dan membawa isi batang sagu itu kepada moyang Sakti Tawan, maka mulailah moyang Sakti Tawan menguukir hati batang sagu itu sehingga serupa dan sepadan dengan anak gadis tersebut. Patung ( boneka ) itu bisa berjalan bisa duduk, minum, dan juga dapat tersenyum. Tetapi ia tidak dapat berbicara.

Sekarang moyang Sakti Tawan memerintah hamba2nya lagi untuk pergi memotong kayu2 untuk dibuatkan sebuah Arumbai supaya manakala jika datangnya hari yang sudah ditentukan anak gadis itu akan pergi ke Alang dengan Arumbai itu, maka Patung ( boneka ) itu harus naik di Arumbai yang dibuat oleh moyang Sakti Tawan itu. Sesudah Patung dan Arumbai itu sudah selesai. Maka salah seorang bertanya kepada moyang Sakti Tawan: "Apakah Arumbai itu sudah betul?" lalu moyang Sakti Tawan memeriksa Arumbai itu kembalii. Maka moyang Sakti Tawan mendapatkan bahwa ada satu lubang yang belum dinunas bagian belakang. Setalah itu moyang Sakti Tawan pun berkata kepada orang itu, bahwa mulai dari hari ini Upu dan turunan Upu bernama SOPLANTILA yang berarti Mata Suanggi ".

Saat tibanya waktu dan hari yang telah ditentukan maka datanglah orang tua dari anak Bangsawan Alang yang diantar oleh berapa orang Bangsawan datang ke Latuhalat dengan Arumbai dan singgah di pelabuhan Malulang tempat kediaman anak gadis itu.

Sesudah mereka sampai di Malulang, maka mereka disambut oleh orang tua dan gadis tersebut, dengan beberapa orang Bangsawan juga. dengan riu rendah sebagai kebiasan, menurut adat istiadat dari tiap2 negeri di Maluku.

 Arumbai yang disediakan untuk anak gadis itupun telah telah tersedia dengan orang2 yang akan mengantar anak gadis itu untuk pergi ke Alang, dan sebelum mereka bermohon untuk kembali ke Alang, maka moyang Sakti Tawan menunjuk seorang dayang yang dipercayai untuk duduk bersama-sama dengan gadis itu didalam Arangbai itu. Moyang Sakti Tawan memberi perintah" Bahwa jikalau mereka sudah sampai di tanjung yang bernama Hattu dan lihat kalau patung ( boneka ) itu tunduk mukanya kedalam laut, maka dayang itu harus mengangkat patung itu dan buang kedalam laut".

Kebetulan sesampai mereka di tanjung Nama Hattu itu , maka dengan segera Patung ( boneka ) itu tunduk mukanya kedalam air laut, dan segeralah dayang itu menjatuhkan patung itu kedalam laut, lalu dayang itu berteriak dengan suara yang keras, bahwa tuan Puteri sudah tenggelam. Ketika anak Bangsawan ( HUWAE LILI TUPA ) ini mendengar yang isterinya telah tenggelam, maka dengan tidak ragu-ragu lagi ia menerjunkan dirinya ke dalam laut untuk menolong isterinya itu.
Tetapi sayang ia tidak tak berhasil mendapatkan isterinya yang tenggelamg itu, melainkan tubuh anak Bangsawan ( HUWAE LILI TUPA ) itu berubah menjadi seekor Buaya.

Sedang pada waktu itu yag sama itu juga, anak gadis yang bersembunyikan dirinya diatas solder di Malulang pun tubuhnya berobah menjadi Buaya tembaga yang ada sampai pada saat ini didalam Mata Rumah Fam Lekatompessy.

Sesudah tiga hari lamanya baru Patung ( boneka ) itu terdampar didepan pelabuhan LILIBOY. Ketika orang Liliboy mendapat Patung ( boneka ) itu, lalu orang Liliboy mengatakan bahwa,  "Alang mata buta kawin MEOR disangka orang.

Dengan keadaan yang terjadi ini, maka datanglah orang2 tua dan Bangsawan Alang ke Latuhalat untuk mengangkat sebuah perjanjian persaudaraan yang dibilang Pela antara NEGERI LATUHALAT dan NEGERI ALANG.

Dengan perjanjian-perjanjian seperti berikut:" Segala anak2 cucu dari Alang dan Latuhalat mau masuk dan keluar tidak boleh kawin mengawin satu dengan yang lain : siapa pun anak2 cucu yang melanggar perjanjian ini, ia akan mati. Jikalau anak laki2 yang langgar perjanjian ini, dari Latuhalat maupun dari Alang maka ia harus mati.
Pela antara Alang dan Latuhalat ini terjadi sebelum Lekatompessy memakai nama Lekatompessy melainkan memakai nama Latumeten, sebab ini ada adik yang bungsu dari moyang Sakti Tawan, Pela ini terjadi kira2 pada tahun 1356 sebelum Portogal dan Belanda menduduki Maluku, oleh sebab itu dibilang Latumeten tukang dan Lekatompessy pariaman. End